WELCOME TO MOMMY'S TRIPLE BLOG

MENJADI ABDI NEGARA DAN MENJADI SEORANG IBU MEMBUAT HIDUPKU SEMAKIN BERWARNA. PENGALAMAN BERTUGAS DI PROTOKOL SEKALIGUS MENJADI IBU DARI ANAK KEMBAR TIGA MEMBUAT HARI DEMI HARI DALAM HIDUP INI SEAKAN BEGITU BERARTI UNTUK DILUPAKAN.



MUDAH-MUDAHAN BLOG INI MAMPU MENJADI TEMPAT UNTUK BERBAGI IDE BAGI PARA SAHABAT ATAUPUN SEKEDAR SHARING PENGALAMAN BAIK DI BIDANG KEPROTOKOLAN MAUPUN DALAM PERJUANGAN UNTUK MEWUJUDKAN MIMPI MENJADI SEORANG IBU.



Selasa, 27 Januari 2009

Hukuman Mati Terdakwa Kasus Susu Bermelamin

Terdakwa Zhang Yujun dan Zhang Yanzhang dituduh terlibat dalam produksi bubuk yang dibubuhi melamine yang membuat susu tampak berkadar protein lebih tinggi.
"Bubuk protein" itu kemudian dijual ke perusahaan susu, dan menyebabkan kematian enam balita dan membuat sakit 300.000 anak kecil.
Dua vonis ini merupakan hukuman pertama yang dijatuhkan berkaitan dengan skandal tersebut.
Sementara itu, hukuman seumur hidup dijatuhkan kepada Tian Wenhua yang menjabat general manager Sanlu Group.
Wartawan BBC Quentin Sommerville di Beijing melaporkan, wanita itu telah mengaku bersalah atas dakwaan memproduksi dan menjual produk palsu atau di bawah standard.
Perusahaan susu Sanlu menjadi titik pusat skandal. Dalam kasus ini, susu ditambahi air untuk memperbanyak volume pasokan dan menangguk untung lebih besar.
Mereka dituduh mencoba mengelabui publik dari perbuatan mereka dengan menambahkan bahan kimia industri, melamine.
Skandal ini mulai terkuak September lalu ketika sejumlah bayi, yang mengkonsumsi susu bubuk formula, jatuh sakit dengan gejala batu ginjal akibat keracuan melamine.
Ilegal
Vonis mati untuk Zhang Yujun adalah hukuman pertama yang dijatuhkan oleh Pengadilan Rakyat Wilayah Shijiazhuang di belahan utara Cina, yang menjadi basis tempat perusahan susu Sanlu.

Zhang Yujun dituduh membahayakan keselamatan publik dengan menghasilkan dan menjual susu yang dibubuhi melamine industri, lapor kantor berita Xinhua. Dia dituding mengelola tempat kerja ilegal di Provinsi Shandong di belahan timur Cina, yang memproduksi 600 ton bubuk protein palsu dan merupakan sumber melamine terbesar di Cina.
Pemerintah khawatir akan kemarahan publik atas peristiwa tersebut, dan bahkan menahan orang tua dari bayi yang menderita, lapor wartawan BBC Quentin Sommerville. Misalnya, Dong Xiouliang, ditahan oleh pihak berwenang ketika hendak terbang ke Shijiazhuang, guna mendengarkan keputusan pengadilan hari ini.
"Saya kira saya memiliki hak untuk melihat jalannya pengadilan. Kami ingin melihat para penjahat itu dihukum," ujar Dong. "Kami tidak akan membuat keributan, dan mereka sama sekali tidak memiliki alasan untuk menghalangi kebebasan kami," tambahnya.
Keluarga para korban skandal mengatakan, kurangnya keterbukaan, dan korupsi di kalangan pejabat membuat mereka sama sekali tidak percaya dengan sistem keamanan pangan negeri itu, dan kasus seperti ini bisa terjadi lagi di masa depan.
Saat menanggapi vonis pengadilan, Zheng Zhu Zhen, yang anaknya meninggal setelah meminum susu yang tercemar, mengatakan, Tian Wenhua semestinya juga dijatuhi hukuman mati. "Meskipun mereka yang terlibat langsung dalam skandal ini dihukum, namun kami tidak senang bahwa pejabat di tingkat pemerintahan lokal, dan pemerintah pusat yang bertanggung jawab, tidak diadili," kata Zheng

My Comment:
Memprihatinkan sekali....sepertinya di dunia ini masih banyak orang yang ingin bahagia di atas penderitaan orang lain. Bagaimana tidak, melamin yang berbahaya bagi manusia malah dengan sengaja dicampurkan ke dalam susu yang notabene merupakan unsur pelengkap gizi dalam makanan. Ingat kan 4 sehat lima sempurna !!!
Banyak orang tua yang mengharapkan buah hatinya akan tumbuh sehat dan cerdas. Susu yang mahal pun bukanlah masalah demi investasi bagi kualitas buah hati mereka. Tapi apa jadinya, jika susu yang sehat malah menjadi racun pembunuh bagi anak-anak mereka ???
Sangat wajar jika Pengadilan Rakyat Wilayah Shijiazhuang di belahan utara Cina menjatuhkan hukuman mati pada pihak yang terlibat langsung dalam kesengajaan tersebut. Apalah artinya menghilangkan dua atau lebih nyawa orang-orang yang tidak berperikemanusiaan dibandingkan dengan kehilangan tunas-tunas harapan bangsa.
Seharusnya Bangsa Indonesia bercermin pada sikap dan ketegasan dari Pemerintah Cina dalam menegakkan hukum khususnya pada kasus pemalsuan baik pada makanan, obat, etc. Banyak kasus terjadi di Indonesia, mulai dari mencampur borax kedalam bakso, mencampur formalin agar tahu kenyal dan awet, pemalsuan obat maupun jamu, serta masih banyak kasus lainnya. Coba bayangkan apa jadinya jika orang mengkomsumsi obat-obat yang dipalsukan. Maunya sembuh ,,, eh koq malah modar......r.
Tapi Pemerintah Indonesia khususnya Badan POM seolah tidak peduli dan mengganggap sepele masalah-masalah tersebut. Pelaku pemalsuan hanya mendapatkan hukuman 2-3 tahun saja. Pernahkah di bayangkan multiplier bad effect yang ditimbulkan ???
Janganlah beranggapan bahwa rakyat Indonesia sudah semua paham dan sadar serta mampu memilih mana makanan yang layak atau tidak untuk dikonsumsi. Padahal kenyataannya rakyat Indonesia masih banyak yang hidup kekurangan, masih banyak yang belum mengerti arti pentingnya makanan sehat dalam mambangun kualitas anak-anak mereka.
Jadi fenomena melihat anak-anak mengkonsumsi ”bakso dicampur borax, dengan tambahan mie berformalin dan saos yang telah dicampur rodamin, dengan kuah penuh monosodium glutamat” sudah bukan hal aneh lagi di Indonesia. Oh no........... ya Tuhan saya tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi pada mereka dua puluh tahun yang akan datang.
Memang bukan hal yang mudah untuk menyelesaikan masalah pencemaran maupun pemalsuan produk makanan di Negara kita. Apakah di antara kita tidak ada yang prihatin dengan hal ini. Kenapa LSM, Mahasiswa, Parpol ataupun pihak manapun tidak ada yang berani bersuara lantang terhadap kasus-kasus seperti ini??? Apakah isu pencemaran ini kalah menarik dibandingkan dengan isu korupsi ataupun pornografi
Kalau aq boleh berpendapat, saya mendukung Pemerintah Indonesia memberlakukan Hukuman Mati bagi siapapun yang berani melakukan pemalsuan maupun kepada mereka yang dengan sengaja memasukkan zat-zat berbahaya kedalam produk makanan. Maaf jika aku harus berkata : Kill or To be Killed...............

Rabu, 21 Januari 2009

Obama Inauguration Speech


WASHINGTON - My fellow citizens,
I stand here today humbled by the task before us, grateful for the trust you have bestowed, mindful of the sacrifices borne by our ancestors. I thank President Bush for his service to our nation, as well as the generosity and cooperation he has shown throughout this transition
Forty-four Americans have now taken the presidential oath. The words have been spoken during rising tides of prosperity and the still waters of peace. Yet, every so often the oath is taken amidst gathering clouds and raging storms. At these moments, America has carried on not simply because of the skill or vision of those in high office, but because We the People have remained faithful to the ideals of our forbearers, and true to our founding documents.
So it has been. So it must be with this generation of Americans.
That we are in the midst of crisis is now well understood. Our nation is at war, against a far-reaching network of violence and hatred. Our economy is badly weakened, a consequence of greed and irresponsibility on the part of some, but also our collective failure to make hard choices and prepare the nation for a new age. Homes have been lost; jobs shed; businesses shuttered. Our health care is too costly; our schools fail too many; and each day brings further evidence that the ways we use energy strengthen our adversaries and threaten our planet.
These are the indicators of crisis, subject to data and statistics. Less measurable but no less profound is a sapping of confidence across our land — a nagging fear that America's decline is inevitable, and that the next generation must lower its sights.
Today I say to you that the challenges we face are real. They are serious and they are many. They will not be met easily or in a short span of time. But know this, America — they will be met.On this day, we gather because we have chosen hope over fear, unity of purpose over conflict and discord.On this day, we come to proclaim an end to the petty grievances and false promises, the recriminations and worn out dogmas, that for far too long have strangled our politics.We remain a young nation, but in the words of Scripture, the time has come to set aside childish things.
The time has come to reaffirm our enduring spirit; to choose our better history; to carry forward that precious gift, that noble idea, passed on from generation to generation: the God-given promise that all are equal, all are free, and all deserve a chance to pursue their full measure of happiness.In reaffirming the greatness of our nation, we understand that greatness is never a given. It must be earned. Our journey has never been one of short-cuts or settling for less. It has not been the path for the faint-hearted — for those who prefer leisure over work, or seek only the pleasures of riches and fame.
Rather, it has been the risk-takers, the doers, the makers of things — some celebrated but more often men and women obscure in their labor, who have carried us up the long, rugged path towards prosperity and freedom.For us, they packed up their few worldly possessions and traveled across oceans in search of a new life.For us, they toiled in sweatshops and settled the West; endured the lash of the whip and plowed the hard earth.For us, they fought and died, in places like Concord and Gettysburg; Normandy and Khe Sahn.
Time and again these men and women struggled and sacrificed and worked till their hands were raw so that we might live a better life. They saw America as bigger than the sum of our individual ambitions; greater than all the differences of birth or wealth or faction.This is the journey we continue today. We remain the most prosperous, powerful nation on Earth. Our workers are no less productive than when this crisis began. Our minds are no less inventive, our goods and services no less needed than they were last week or last month or last year. Our capacity remains undiminished. But our time of standing pat, of protecting narrow interests and putting off unpleasant decisions — that time has surely passed. Starting today, we must pick ourselves up, dust ourselves off, and begin again the work of remaking America.
For everywhere we look, there is work to be done. The state of the economy calls for action, bold and swift, and we will act — not only to create new jobs, but to lay a new foundation for growth. We will build the roads and bridges, the electric grids and digital lines that feed our commerce and bind us together. We will restore science to its rightful place, and wield technology's wonders to raise health care's quality and lower its cost. We will harness the sun and the winds and the soil to fuel our cars and run our factories. And we will transform our schools and colleges and universities to meet the demands of a new age. All this we can do. All this we will do.Now, there are some who question the scale of our ambitions — who suggest that our system cannot tolerate too many big plans. Their memories are short.
For they have forgotten what this country has already done; what free men and women can achieve when imagination is joined to common purpose, and necessity to courage.What the cynics fail to understand is that the ground has shifted beneath them— that the stale political arguments that have consumed us for so long no longer apply. The question we ask today is not whether our government is too big or too small, but whether it works — whether it helps families find jobs at a decent wage, care they can afford, a retirement that is dignified. Where the answer is yes, we intend to move forward. Where the answer is no, programs will end. And those of us who manage the public's dollars will be held to account — to spend wisely, reform bad habits, and do our business in the light of day — because only then can we restore the vital trust between a people and their government.Nor is the question before us whether the market is a force for good or ill.
Its power to generate wealth and expand freedom is unmatched, but this crisis has reminded us that without a watchful eye, the market can spin out of control — and that a nation cannot prosper long when it favors only the prosperous. The success of our economy has always depended not just on the size of our Gross Domestic Product, but on the reach of our prosperity; on the ability to extend opportunity to every willing heart — not out of charity, but because it is the surest route to our common good.As for our common defense, we reject as false the choice between our safety and our ideals. Our Founding Fathers, faced with perils we can scarcely imagine, drafted a charter to assure the rule of law and the rights of man, a charter expanded by the blood of generations.
Those ideals still light the world, and we will not give them up for expedience's sake. And so to all other peoples and governments who are watching today, from the grandest capitals to the small village where my father was born: know that America is a friend of each nation and every man, woman, and child who seeks a future of peace and dignity, and we are ready to lead once more.Recall that earlier generations faced down fascism and communism not just with missiles and tanks, but with sturdy alliances and enduring convictions. They understood that our power alone cannot protect us, nor does it entitle us to do as we please. Instead, they knew that our power grows through its prudent use; our security emanates from the justness of our cause, the force of our example, the tempering qualities of humility and restraint.We are the keepers of this legacy. Guided by these principles once more, we can meet those new threats that demand even greater effort — even greater cooperation and understanding between nations. We will begin to responsibly leave Iraq to its people, and forge a hard-earned peace in Afghanistan. With old friends and former foes, we will work tirelessly to lessen the nuclear threat, and roll back the specter of a warming planet.
We will not apologize for our way of life, nor will we waver in its defense, and for those who seek to advance their aims by inducing terror and slaughtering innocents, we say to you now that our spirit is stronger and cannot be broken; you cannot outlast us, and we will defeat you.For we know that our patchwork heritage is a strength, not a weakness. We are a nation of Christians and Muslims, Jews and Hindus — and non-believers. We are shaped by every language and culture, drawn from every end of this Earth; and because we have tasted the bitter swill of civil war and segregation, and emerged from that dark chapter stronger and more united, we cannot help but believe that the old hatreds shall someday pass; that the lines of tribe shall soon dissolve; that as the world grows smaller, our common humanity shall reveal itself; and that America must play its role in ushering in a new era of peace.To the Muslim world, we seek a new way forward, based on mutual interest and mutual respect. To those leaders around the globe who seek to sow conflict, or blame their society's ills on the West — know that your people will judge you on what you can build, not what you destroy.
To those who cling to power through corruption and deceit and the silencing of dissent, know that you are on the wrong side of history; but that we will extend a hand if you are willing to unclench your fist.To the people of poor nations, we pledge to work alongside you to make your farms flourish and let clean waters flow; to nourish starved bodies and feed hungry minds. And to those nations like ours that enjoy relative plenty, we say we can no longer afford indifference to suffering outside our borders; nor can we consume the world's resources without regard to effect. For the world has changed, and we must change with it.
As we consider the road that unfolds before us, we remember with humble gratitude those brave Americans who, at this very hour, patrol far-off deserts and distant mountains. They have something to tell us, just as the fallen heroes who lie in Arlington whisper through the ages. We honor them not only because they are guardians of our liberty, but because they embody the spirit of service; a willingness to find meaning in something greater than themselves. And yet, at this moment — a moment that will define a generation — it is precisely this spirit that must inhabit us all.For as much as government can do and must do, it is ultimately the faith and determination of the American people upon which this nation relies. It is the kindness to take in a stranger when the levees break, the selflessness of workers who would rather cut their hours than see a friend lose their job which sees us through our darkest hours. It is the firefighter's courage to storm a stairway filled with smoke, but also a parent's willingness to nurture a child, that finally decides our fate.
Our challenges may be new. The instruments with which we meet them may be new. But those values upon which our success depends — honesty and hard work, courage and fair play, tolerance and curiosity, loyalty and patriotism — these things are old. These things are true. They have been the quiet force of progress throughout our history. What is demanded then is a return to these truths. What is required of us now is a new era of responsibility — a recognition, on the part of every American, that we have duties to ourselves, our nation, and the world, duties that we do not grudgingly accept but rather seize gladly, firm in the knowledge that there is nothing so satisfying to the spirit, so defining of our character, than giving our all to a difficult task.This is the price and the promise of citizenship.
This is the source of our confidence— the knowledge that God calls on us to shape an uncertain destiny.This is the meaning of our liberty and our creed — why men and women and children of every race and every faith can join in celebration across this magnificent mall, and why a man whose father less than sixty years ago might not have been served at a local restaurant can now stand before you to take a most sacred oath.So let us mark this day with remembrance, of who we are and how far we have traveled. In the year of America's birth, in the coldest of months, a small band of patriots huddled by dying campfires on the shores of an icy river. The capital was abandoned. The enemy was advancing. The snow was stained with blood. At a moment when the outcome of our revolution was most in doubt, the father of our nation ordered these words be read to the people:"Let it be told to the future world...that in the depth of winter, when nothing but hope and virtue could survive ... that the city and the country, alarmed at one common danger, came forth to meet [it]."America.
In the face of our common dangers, in this winter of our hardship, let us remember these timeless words. With hope and virtue, let us brave once more the icy currents, and endure what storms may come. Let it be said by our children's children that when we were tested we refused to let this journey end, that we did not turn back nor did we falter; and with eyes fixed on the horizon and God's grace upon us, we carried forth that great gift of freedom and delivered it safely to future generations.Thank you.
God bless you. And God bless the United States of America.

Pidato Pelantikan Obama (Indonesia)


Rekan-rekan sebangsa dan setanah air. Saya berdiri di sini hari ini terenyak oleh tugas di depan kita, berterima kasih atas kepercayaan yang Anda berikan, dan teringat akan pengorbanan oleh leluhur kita. Saya berterima kasih kepada Presiden Bush atas jasanya pada bangsa kita, dan juga atas kemurahan hati dan kerjasama yang ditunjukkannya pada masa transisi ini.
Sudah 44 warga Amerika yang diambil sumpahnya sebagai presiden. Kata-kata dalam sumpah jabatan itu telah diucapkan dimasa kemakmuran dan dimasa damai.
Namun, ada kalanya sumpah jabatan kepresidenan itu diambil di tengah-tengah situasi gawat dan badai yang berkecamuk.Pada saat-saat demikian, Amerika terus melaksanakan tugasnya bukan hanya karena keterampilan atau visi mereka yang memegang jabatan tinggi, tetapi karena kita rakyat Amerika tetap setia pada cita-cita leluhur kita dan setia pada dokumen-dokumen yang dirumuskan oleh para pendiri negara kita.Demikianlah adanya, dan memang selalu demikianlah yang harus dilakukan oleh generasi warga Amerika yang sekarang ini.
Memang sudah dipahami bahwa kita sedang berada di tengah krisis. Bangsa kita kini sedang terlibat perang, melawan jaringan kekerasan dan kebencian yang luas jangkauannya. Ekonomi kita sangat lemah, akibat ketamakan dan tindakan tidak bertanggung jawab oleh sebagian pihak, tetapi juga karena kegagalan kita secara kolektif untuk membuat pilihan-pilihan sulit, dan kegagalan kita mempersiapkan bangsa bagi abad baru. Banyak rumah yang disita, lapangan kerja menurun drastis, bisnis gulung tikar. Asuransi kesehatan kita terlalu mahal, murid-murid sekolah kita banyak yang gagal, dan setiap hari terlihat bukti bahwa cara-cara kita menggunakan energi justru memperkuat musuh-musuh kita dan mengancam planet kita.Semua itu merupakan indikator krisis, yang didasarkan pada data dan statistik. Yang kurang bisa diukur tetapi tidak kurang pentingnya adalah melemahnya keyakinan di seluruh pelosok Amerika, kekhawatiran terus-menerus bahwa kemerosotan Amerika tak terelakkan lagi, dan bahwa generasi berikutnya harus mengurangi harapannya
Hari ini saya katakan kepada kalian bahwa tantangan-tantangan yang kita hadapi adalah nyata. Tantangan ini serius dan banyak sekali. Tidak akan mudah diatasi dan tidak bisa diatasi dalam jangka pendek. Tetapi ketahuilah ini, Amerika, semua tantangan ini akan kita hadapi.Pada hari ini, kita berkumpul karena kita lebih memilih harapan daripada ketakutan, kesatuan tujuan daripada konflik dan pertentangan.Pada hari ini, kita berkumpul untuk menyatakan berakhirnya keluhan-keluhan kecil dan janji-janji palsu, saling-tuduh dan berbagai dogma lusuh yang sudah terlalu lama mencekik politik kita.Negara kita masih muda, dengan meminjam istilah dalam Kitab Suci, saatnya sudah tiba kita menepiskan sifat ke kanak-kanakan. Saatnya sudah tiba untuk menandaskan lagi semangat kita yang tegar, memilih jalan sejarah yang lebih baik, melanjutkan pemberian berharga, gagasan mulia yang diteruskan dari generasi ke generasi: yaitu janji yang diberikan Tuhan bahwa semua kita setara, kita semua bebas, dan semua layak memperoleh kesempatan untuk mengejar kebahagiaan sepenuhnya.
Dalam menandaskan kebesaran bangsa kita, kita memahami bahwa kebesaran tak pernah diberikan begitu saja. Mencapai kebesaran harus dengan kerja keras. Perjalanan yang kita tempuh tak pernah mengambil jalan pintas. Perjalanan kita bukan bagi mereka yang tidak tabah, bukan bagi mereka yang suka bermalas-malas daripada bekerja, atau bagi yang hanya mengejar kekayaan dan menjadi terkenal. Perjalanan kita adalah bagi mereka yang berani mengambil risiko, mereka yang melakukan hal-hal baru dan membuat terobosan baru. Sebagian mereka menjadi terkenal, tetapi acap kali laki-laki dan perempuan tak dikenal dalam pekerjaan mereka, yang telah mengusung kita di atas jalan berbatu-batu menuju kemakmuran dan kebebasan.Demi kita, mereka mengemas harta milik mereka yang tak seberapa dan menyeberangi samudera untuk mencari kehidupan baru.
Demi kita, mereka banting-tulang dengan upah minim dan menetap di Pantai Barat, menahankan pukulan cambuk dan mencangkul tanah yang keras.Demi kita, mereka bertempur dan mati, di tempat-tempat seperti Concord dan Gettysburg, Normandy dan Khe San.Lelaki dan perempuan itu terus menerus berjuang dan berkorban dan bekerja hingga kulit tangan mereka mengelupas, agar kita bisa mengecap kehidupan yang lebih baik. Mereka melihat Amerika lebih besar dari jumlah ambisi kita secara perorangan, lebih besar daripada perbedaan status keluarga, atau kekayaan ataupun partai atau kelompok.Perjalanan inilah yang kita teruskan hari ini. Kita masih merupakan negara paling makmur dan paling berpengaruh di Bumi. Para pekerja kita tidak kurang produktifnya dibandingkan dengan waktu ketika krisis ini dimulai. Otak kita masih seinventif seperti pada awal krisis ini, barang dan jasa kita masih diperlukan seperti pada minggu lalu atau bulan lalu, atau tahun lalu. Kapasitas kita tetap tak berkurang. Tetapi masa kita untuk berdiam diri, melindungi kepentingan sempit dan menunda keputusan-keputusan yang tak menyenangkan, sudah harus berlalu. Mulai hari ini, kita harus bangkit sendiri, membersihkan debu yang menempel, dan mulai lagi bekerja memperbaharui Amerika.Karena kemana saja kita melihat, ada yang harus kita lakukan. Keadaan ekonomi mengharuskan tindakan yang berani dan segera, dan kita akan bertindak bukan hanya untuk menciptakan lapangan kerja baru, tetapi untuk meletakkan dasar bagi pertumbuhan. Kita akan membangun jalan dan jembatan, jaringan listrik dan jaringan digital yang menyuburkan perdagangan dan mengikat kita bersama. Kita akan memulihkan sains ke tempat yang selayaknya, dan menggunakan kehebatan teknologi untuk meningkatkan mutu perawatan kesehatan dan menurunkan biayanya. Kita akan memanfaatkan tenaga matahari, tenaga angin dan lainnya untuk menjalankan mobil-mobil dan pabrik-pabrik kita. Dan kita akan mengubah sekolah dan perguruan tinggi dan universitas untuk memenuhi tuntutan era baru. Semua ini bisa kita lakukan. Dan semua ini akan kita lakukan.
Tentu, ada orang yang meragukan skala ambisi kita—dengan mengatakan sistem ekonomi kita tidak bisa mentolerir terlalu banyak rencana besar. Daya ingat mereka tidak cukup lama. Mereka telah melupakan apa yang dilakukan negara ini, apa yang bisa dicapai oleh laki-laki dan perempuan yang hidup bebas, apabila imajinasi digabung demi tujuan bersama, dan kebutuhan digabung dengan ketabahan.Yang tidak dipahami oleh mereka yang sinis adalah tanah tempat mereka berpijak telah bergeser, bahwa argumen basi dalam politik yang telah begitu lama menyita waktu kita— tidak lagi berlaku. Pertanyaan yang kita ajukan sekarang bukan apakah pemerintah kita terlalu besar atau terlalu kecil, tetapi apakah pemerintah kita bisa berfungsi, apakah pemerintah bisa menolong para keluarga mencari pekerjaan dengan upah yang layak, asuransi kesehatan yang terjangkau, dan pensiun yang berarti. Apabila jawabannya ya, kita berniat untuk terus bergerak maju. Apabila jawabannya tidak, programnya akan dihentikan.
Dan mereka yang mengatur uang rakyat akan dimintai pertanggung-jawabannya—supaya mengeluarkan uang secara bijaksana, mengubah kebiasaan buruk, dan melakukan bisnis kita dengan jujur—karena hanya dengan demikian kita bisa memulihkan kepercayaan penting antara rakyat dan pemerintah.Kita juga tidak mempertanyakan apakah kekuatan pasar bebas itu baik atau buruk. Kekuatan pasar bisa membina kekayaan dan memperluas kebebasan kita. Tetapi krisis ini telah mengingatkan kita bahwa tanpa pengawasan yang ketat, kekuatan pasar bebas itu bisa terlepas dari kontrol, dan suatu bangsa tidak bisa makmur untuk waktu lama apabila hanya mementingkan orang kaya. Keberhasilan ekonomi kita tidak hanya tergantung pada besarnya Produk Domestik Bruto, tapi seberapa jauh meluasnya kemakmuran itu, pada kemampuan kita memberikan kesempatan kepada tiap orang yang mau bekerja, dan bukan karena belas kasihan karena itulah jalan yang paling pasti guna mencapai kemakmuran bersama.Mengenai pertahanan kita bersama, kita menolak dan menganggap palsu pilihan antara keselamatan dan idaman atau cita-cita kita. Para Pendiri Negara ini dihadapkan pada bahaya yang tak terbayangkan, menyusun sebuah piagam untuk menjamin supremasi hukum dan hak setiap orang, sebuah piagam yang diperkuat oleh perjuangan generasi demi generasi. Semua cita-cita ini masih menerangi dunia, dan kita tidak akan meninggalkannya demi mencapai penyelesaian yang cepat. Karena itu, bagi semua orang dan pemerintahan yang menyaksikan pelantikan hari ini, mulai dari kota-kota yang termegah sampai ke desa kecil di mana ayah saya dilahirkan, ketahuilah bahwa Amerika adalah sahabat setia negara dan sahabat setiap lelaki, setiap perempuan, dan setiap anak yang menghendaki masa depan yang damai dan bermartabat, dan bahwa kita siap untuk memimpin lagi.Ingatlah bahwa generasi-generasi sebelumnya menundukkan fasisme dan komunisme bukan hanya dengan misil dan tank, tetapi dengan aliansi yang kokoh dan keyakinan besar.
Mereka memahami bahwa kekuatan saja tidak bisa melindungi kita, dan bahwa kekuatan itu tidak memberi kita hak berbuat sekehendak hati kita. Sebaliknya mereka tahu bahwa kekuatan kita tumbuh melalui penggunaan yang bijaksana, keamanan kita berasal dari adilnya tujuan kita, kekuatan contoh yang kita berikan, dan kerendahan hati serta kesanggupan menahan diri.Kita adalah penjaga warisan ini. Dibimbing oleh prinsip-prinsip ini, sekali lagi kita bisa menghadapi ancaman-ancaman baru itu yang menuntut upaya lebih besar, bahkan kerja-sama dan pemahaman lebih besar antar-negara. Kita akan mulai secara bertanggung jawab meninggalkan Irak kepada bangsa Irak, dan menempa perdamaian di Afghanistan. Bersama teman-teman lama dan bekas saingan kita, Amerika akan bekerja tanpa lelah untuk mengurangi ancaman nuklir, dan mengurangi bahaya pemanasan bumi. Kita tidak akan minta maaf atas cara kehidupan Amerika, tidak akan goyah dalam mempertahankannya, dan bagi mereka yang hendak mendorong tujuan mereka dengan terror dan membantai orang-orang tak bersalah, kami katakan kepada mereka, semangat kita lebih kuat dan tidak terpatahkan, kalian tidak akan unggul dari kami, dan kalian akan kami kalahkan.
Kami sadar bahwa warisan bangsa yang beraneka warna adalah suatu kekuatan, dan bukannya sebuah kelemahan. Bangsa kita terdiri dari orang Kristen dan Islam, Yahudi dan Hindu, dan bahkan orang-orang yang tidak percaya pada Tuhan. Kita telah dibentuk oleh campuran berbagai bahasa dan kebudayaan, yang berasal dari segala pelosok dunia. Dan karena kita telah merasakan pahitnya perang saudara dan segregasi rasial, dan keluar dari masa kegelapan menjadi sebuah bangsa yang lebih kuat dan lebih bersatu, kita yakin bahwa pada suatu hari nanti semua rasa kebencian akan hilang, bahwa semua garis-garis pembatas antar suku bangsa akan luluh, dan bahwa dunia ini akan menjadi semakin kecil. Kerendahan hati kita akan tampak dengan sendirinya, dan Amerika harus memainkan perannya dalam menyongsong era perdamaian yang baru.Bagi dunia Muslim, kami akan mencari cara baru ke depan berdasarkan pada kepentingan bersama dan saling menghormati. Bagi para pemimpin dunia yang berusaha menanam bibit konflik, atau menyalahkan dunia Barat atas kesulitan-kesulitan yang dialami masyarakatnya, ketahuilah bahwa rakyat Anda akan menilai Anda pada apa yang Anda bangun, bukan pada apa yang Anda musnahkan.
Bagi mereka yang hendak menggenggam kekuasaan melalui korupsi dan kekejian dan membungkam orang yang tidak setuju pada kebijakan mereka, yakinlah bahwa kalian berada pada sisi yang keliru, tapi kami akan mengulurkan tangan jika kalian tidak lagi mengepalkan tinju.Bagi rakyat negara-negara miskin, kami berjanji akan bekerja bersama kalian untuk membuat ladang kalian subur dan membuat air bersih mengalir, untuk memberi makan tubuh yang kelaparan, dan memenuhi kebutuhan mental. Dan kepada negara-negara seperti negara kita yang relatif menikmati kemakmuran, kita tidak bisa lagi bersikap tidak peduli pada kesengsaraan di luar perbatasan kita, dan kita tidak bisa menghabiskan sumber-sumber dunia tanpa mempedulikan dampaknya. Karena dunia sudah berubah dan kita harus berubah dengannya.Sambil kita mempertimbangkan jalan yang terbentang di depan kita, kita mengingat dengan rasa terima kasih orang-orang Amerika yang gagah berani, yang pada saat ini, berpatroli di gurun dan gunung yang sangat jauh. Ada sesuatu yang hendak mereka katakan pada kita hari ini, seperti yang dibisikkan sepanjang masa oleh para pahlawan kita yang kini dimakamkan di Arlington. Kita menghormati mereka bukan hanya karena mereka menjaga kebebasan kita tetapi karena mereka menunjukkan arti pengorbanan, kesediaan untuk mencari arti yang lebih besar dari diri mereka sendiri. Dan pada saat ini, saat yang akan tercatat dalam sejarah generasi—semangat inilah yang harus ada pada kita semua.
Sebanyak apapun yang bisa dan harus dilakukan pemerintah, pada akhirnya kepercayaan dan tekad rakyat Amerika-lah yang diandalkan negara ini. Misalnya kebaikan hati untuk menampung orang yang kena musibah walaupun tidak kita kenal, atau pekerja yang tanpa pamrih rela mengurangi jam kerja mereka daripada melihat seorang teman di-PHK, yang membuat kita keluar dari kegelapan. Adalah keberanian para pemadam kebakaran untuk menerobos masuk ke rumah yang penuh asap, dan juga kesediaan orang tua untuk membesarkan anak, yang kelak akan menentukan nasib kita.
Tantangan kita mungkin baru. Alat-alat yang kita gunakan untuk mengatasinya mungkin baru. Tetapi pada nilai-nilai itulah keberhasilan kita bergantung—yaitu kerja keras dan kejujuran, ketabahan dan berlaku secara adil, toleransi dan rasa ingin tahu, kesetiaan dan patriotisme—semua itu sudah lama ada. Semua itu memang benar. Semua itu telah menjadi kekuatan kemajuan sepanjang sejarah. Jadi yang dituntut sekarang adalah kembalinya kepada nilai-nilai ini. Apa yang diperlukan dari kita sekarang ini adalah era pertanggungjawaban yang baru—suatu pengakuan, dari tiap orang Amerika, bahwa kita mempunyai kewajiban bagi diri kita sendiri, bagi negara kita dan bagi dunia, kewajiban yang kita lakukan dengan senang hati, bukan dengan bersungut-sungut, karena kita tahu tidak ada yang lebih memuaskan bagi jiwa kita, yang merupakan definisi karakter kita, daripada memberikan segalanya untuk menyelesaikan tugas yang sulit.Inilah pengorbanan dan janji kewarganegaraan.Inilah yang menjadi sumber keyakinan kita—pengetahuan bahwa Tuhan meminta kita untuk memperbaiki keadaan yang tidak pasti.Inilah arti kebebasan dan kepercayaan kita—mengapa laki-laki dan perempuan dan anak-anak dari tiap ras dan tiap keyakinan bisa ikut dalam perayaan di lapangan yang indah ini, dan mengapa seorang lelaki yang ayahnya lebih 60 tahun lalu mungkin tidak dilayani di restoran, sekarang bisa berdiri di depan anda untuk diambil sumpahnya sebagai presiden.Jadi marilah kita hari ini mengenang siapa kita dan sejauh mana jalan yang kita tempuh. Pada tahun kelahiran Amerika, pada bulan yang terdingin, sekelompok patriot berkumpul di depan api unggun yang mulai padam di bantaran sungai yang beku. Ibukota telah ditinggalkan, musuh terus maju, salju tampak berlumuran darah.
Pada saat itu, ketika nasib revolusi kita sangat diragukan, bapak bangsa kita memerintahkan supaya kalimat berikut dibacakan kepada semua rakyat Amerika:“Beritahukanlah pada dunia masa depan, bahwa di tengah musim dingin, saat apapun tiada kecuali harapan dan kebajikan—bahwa kota dan negara, waspada akan bahaya bersama, akhirnya bersatu untuk menghadapinya.”Amerika; Dalam menghadapi musuh bersama, dalam masa sulit kita ini, mari kita ingat kata-kata emas itu. Dengan harapan dan kebajikan, mari kita hadapi bersama sekali lagi sungai beku ini, dan bertahan dari badai apapun yang akan tiba. Biarkan cucu-cucu kita berkata bahwa kita telah diuji dan kita menolak untuk mengakhiri perjalanan ini, bahwa kita tidak mundur dan mata kita terpaku ke ufuk fajar dan dengan berkat Tuhan, kita meneruskan anugerah kebebasan dan mengantarkannya dengan selamat bagi generasi masa depan.
Thank you. God bless you. And God bless the United States of America.[Selasa, 20 Januari 2009. Capitol Hill - Washington, D.C.]Sumber : Omnilogos

Senin, 19 Januari 2009

Heboh KKM di Karangasem

Pengen tahu ngak what’s the most issue in Karangasem? Gosip ini ngak mengenal status seseorang,, entah dia orang desa atau kota,,, petani ataupun kantoran,,, bahkan dari Bupati sampai Staf. He,,,,don’t negative thinking formerly?
Koperasi Karangasem Membangun (KKM),,,, hem,,,what a simple name?. Ngak ada sisi menariknya. Koperasi gitu lho,,,, ya ngak bakalan jauh2 dari simpan pinjam dan SHU and then waiting for BANKRUPT !! So what's different? Aq bukannya mau promosi,,, tapi hanya ingin mencoba melihat mahluk ini dengan lebih realistis. Koq sampai sebegitu hebohnya sich KKM ini sampai pemerintah daerah bahkan pemerintah pusat ikut komentar.
KKM ni dibidani oleh tiga putra daerah yakni Putu Kertia, Ketut Suala, dan I Nengah Wijanegara dan lahir pada Maret 2006 dengan badan hukum No. 154/BH/2006 ini. Motivasi atau tujuan mendirikan KKM sich mulia, intinya ingin memperkuat ekonomi lokal Karangasem dan perekonomian Indonesia umumnya yang selama ini banyak dikuasai segelintir orang (nonprobumi –red) dengan modal yang jauh lebih besar. Pada prinsipnya, KKM dirintis untuk menyatukan generasi muda di Karangasem demi membangkitkan perekonomian lokal dan memberdayakan mereka untuk bisa menjadi penggerak-penggerak ekonomi andal. Ya siapa sich yg ngak pernah denger Karangasem. Kabupaten yg satu2nya dapet predikat TERTINGGAL di Bali.
Lalu what’s wrong dengan KKM? Gini lho bro……Bagi sebagian besar orang, can you imagine bagaimana bisa aset awal yang hanya Rp 278 juta pada awal berdirinya, meningkat menjadi Rp 1,6 milyar tahun 2007 dan per 22 Mei 2008 menggelembung menjadi Rp 11,5 milyar lebih dan akhir sampai januari 2009 ini, dikabarkan asset sudah mencapai Rp 226 milyar. It's amazing,,,,,,,
Salah satu produk unggulan KKM yang mampu melejitkan aset koperasi adalah produk penyertaan modal atau capital investment. Nah inilah yang banyak diperbincangkan orang dan dianggap masih tidak masuk akal. Bagaimana tidak masuk akal, kita cukup hanya investasi sekali, maka dalam setahun, setiap 4 bulannya akan mendapatkan uang senilai 150% dari nilai investasi kita (dipotong 12% untuk belanja di koperasi tersebut, 5% untuk donasi dan 100 ribu mengendap).
Kejutan tidak hanya sampai disitu saja, pihak KKM selain menawarkan investasi dana juga menawarkan investasi pembelian sepeda motor dan mobil melalui kerja sama dengan berbagai dealer. Contoh, investasi Rp 5 juta untuk sepeda motor dan Rp 50 juta untuk pembelian mobil. Dalam jangka waktu 4 bulan, barang sudah on the road. Eit tapi harus tetap hati-hati. BPKB masih ditahan pihak KKM minimal 1 tahun. What for ??? We don’t no ??? Jika saja KKM ini mau transparan tentang pengelolaan keuangannya,,, pasti saja Direktur dan jajarannya akan diundang oleh pemerintah pusat bahkan dunia untuk mempresentasikan ide-ide briliannya. Tapi sampai dengan saat ini belum ada informasi yang berarti.
So,,, jangan salahkan jika masyarakat bahkan mereka yang sudah berinvestasi disana masih skeptis,,,, aman ngak ya duitku di sana??? According to my opinion : KKM ini jika tidak transparan lama-lama nasibnya akan sama dengan para pendahulunya seperti Graha Finesa Berjangka. Pemiliknya kabur dengan membawa uang nasabah. Kasihan donk masyarakat Karangasem, katanya mau mensejahterakan rakyat,, eh koq malah menyengsarakan rakyat.
Tapi kita harus tetap positive thinking. Konsumenlah yang harus tetap waspada. KKM tidak salah,, hanya masyarakat yang harus lebih bisa realistis,,, investasi ini masuk akal atau tidak. Tapi bagi orang yang penasaran tapi nyalinya kecil paling beraninya hanya Rp 500ribu. Termasuk aq ini,,,, hanya ikut memeriahkan saja. Ibarat fashion,,, ya diikuti trendnya tapi ngak sampai jadi korban mode. Is it true, isn’t?

Minggu, 18 Januari 2009

Kunjungan Gubernur ke Karangasem

.
Aduh,,, pak Gubernur koq seneng banget sich ke Karangasem? Baru aja selesai Kunker sebulan yang lalu,,, lho koq sekarang datang lagi. Mana datengnya hari minggu lagi. Awalnya aq sempet BT juga waktu disuruh ma Kabag utk siapkan staf yg akan bertugas pd hari minggu, 18 Januari kemaren.Waktu pikiran lagi suntuk aq punya niat jelek untuk ngak akan hadir di kunjungan itu. Tapi setelah kupikir-pikir, ini khan tugas dan kewajibanku sebagai seorang protokol. Setiap bulan aq sudah mendapatkan tunjangan jabatan,,, hanya diminta hari liburnya saja langsung BT. No way,,,,,,!!!
Pikiranku semakin terbuka ketika tahu bahwa niat Gubernur datang ke daerahku adalah mulia. Beliau rela mengorbankan hari liburnya untuk melihat kondisi masyarakat di Kabupaten termiskin dan satu-satunya tertinggal di Bali. Tujuannya sich ingin melihat Resevoir (penampungan air ) di Desa Ban. Beliau ingin memastikan bahwa apa yang telah dipaparkan oleh Bupati mengenai tercukupinya kebutuhan air masyarakat bukanlah isapan jempol belaka.
Setelah itu perjalanan dilanjutkan menuju lokasi bedah rumah di Dusun Pucang Beji, Desa Ban, Kecamatan Kubu. Unfortunately aq ngak bisa sampai ke lokasi tersebut. Karena hanya 4 mobil yang diperkenankan untuk ke lokasi. Cause its remote area? Jalan saja belum dikeraskan,,, wajar jika masyarakatnya masih miskin dan terbelakang. Rencananya Gubernur akan memberikan bantuan bedah rumah di Karangasem sebanyak 300 unit dengan cost per unit Rp 10 juta. Bupati Karangasem Wayan Geredeg tetap berusaha memperjuangkan agar bantuan tersebut bisa diperbesar mengingat masyarakat dengan rumah tidak layak huni di Karangasem jumlahnya masih cukup besar.
Setelah itu rombongan menuju Dusun Munti Gunung, lokasi masih di Kubu juga. Pasti sering denger kan munti gunung,, ya iyalah,, coba tanya Gepeng yang berkeliaran di DPS pasti bilangnya dari desa ini. Awalnya aq sempet membayangkan bahwa desa ini penduduknya sangat miskin, sampai2 mereka harus mencari sesuap nasi dengan cara yang tidak halal. Ternyata desa mereka tidak separah Pucang Beji,,, rumah-rumah yang kulewati masih layak huni,, bahkan ada yang memakai keramik. Atau mungkin lokasinya yang di atas bukit,,, jadi akses mereka terhadap pendidikan, air dll menjadi terbatas.
Terimakasih Tuhan,,,, aq telah dibukakan mata dan hatiku. Ternyata tidak semua pemimpin berhati buta. Masih ada pemimpin yang peduli dengan masyarakat kecil. Our Governor (Mr Mangku) and Regent (Mr Geredeg) we proud with you,,,,,.

Selasa, 13 Januari 2009

Pura Gunung Kawi Sebatu

Tanggal 7 Januari kemaren di Bali libur lho. Ngak salah ya kalau Bali itu disingkat menjadi Banyak Libur . Kebetulan saat itu bertepatan dengan Perayaan Hari Pagerwesi intinya hari itu merupakan hari penguatan mental bagi umat Hindu agar tetap kuat dan tegar sekokoh Pagar Besi, lho koq pagar besi ya namanya kan Pagerwesi jadi itu terjemahan secara bodoh saja. He,,,.
Daripada hanya bengong di rumah, aq dan keluarga besar traveling sekaligus melukat (menyucikan badan jasmani dan rohani) ke Desa Sebatu, Tegalalang, Gianyar. Info tentang tempat ini aq dapat dari Bali TV,,, disana disebutkan kalau Tempat Melukat di Desa Pekraman Sebatu dulunya merupakan Tempat Pesiraman (Pemandian) Pura Dalem Pingit dan Pura Kusti. Katanya jika kita melukat di tempat itu maka semua kekuatan jahat (penyakit di luar medis) yang ada dalam tubuh kita akan lebur (musnah).
Sebelum sampai di Tempat Melukat di Desa Pekraman Sebatu, terlebih dulu kita akan sampai di Pura Gunung Kawi. Pura ini terletak di Desa Sebatu Kecamatan Tegallalang Gianyar, tepatnya 40 Km dari Kota Denpasar. Pura ini merupakan peninggalan jaman Bali Kuno, yang dibangun di tebing sebelah Barat sebuah pengunungan dimana pegunungan itu sekarang dikenal dengan nama Desa Sebatu.
Ceritanya konon pada jaman pemerintahan Raja Mayadenawa yang sangat bengis dan tidak percaya adanya Tuhan, daerah ini merupakan lintasan pelarian Raja Mayadenawa dengan para pengikutnya menuju Desa Taro, setelah terdesak dalam peperangan melawan Para Dewata di Desa Besakih. Karena rasa takut kepada Para Dewata yang mengejarnya, begitu pula ketakutan para penduduk asli kepada Pengikut Raja Mayadenawa, sehingga semuanya lari tunggang langgang dan terpeleset diantara bebatuan pegunungan (Sauh di batu).
Sadar akan penduduk asli yang tidak berdosa dalam bahaya, maka Dewa Wisnu memberikan sumber kehidupan bagi penduduk yang tidak berdosa dalam wujud Air Suci. Sebagai ucapan rasa syukur penduduk maka tempat ini dibangun Pura tempat pemujaan Dewa Wisnu yang dikenal dengan Pura Gunung Kawi yang dilengkapi dengan pancuran pancuran beraneka fungsi seperti untuk Air Suci, mandi dan lain lain (Sumber : Suara Merdeka)
Dulu, tidak semua orang bisa melukat di Pura ini. Kira-kira 6 bulan (Ciwalatri tahun 08) lalu pura ini dibuka untuk umum. Beruntungnya aq dan keluargaku, coba kalau datang 8 bln yang lalu,, kita hanya bisa memandanginya dari luar donk. Setelah selesai melukat di Pura Gunung Kawi, aq melankutkan perjalanan ke Tempat Pesiraman (Pemandian) Pura Dalem Pingit dan Pura Kusti di Desa Pekraman Sebatu, yang terletak ± 1,5km dari Pura Gunung Kawi.
Sampai di tempat itu kita kembali harus menuruni tangga sejauh 500m menuruni anak tangga sepanjang tebing menuju sungai untuk sampai ke tempat pelukatan. Disana terasa sekali suasana magisnya. Air memang berlimpah ruang dimana-mana. Duh ngak tahan pengen segera mandi lg. Eit ,,, nanti dulu ternyata kita harus melalui beberapa tahapan sebelum melukat. Pertama : bacalah Atur Pakeling (peringatan) yang ada, pada intinya pengunjung harus berpakaian adat Bali, wanita yang sedang haid dan anak kecil yang belum pernah tanggal giginya dilarang melukat di tempat tersebut. Sampai di Tempat Melukat kita harus sembahyang dulu dipimpin oleh Jero Mangku untuk matur piuning kalau kita akan melukat, ungkapkan disana apa tujuan kita melukat.
Oh ya kalau sembahyang ditempat ini jangan lupa bawa Kwangen ya, nanti kwangen ini kita taruh di tempat melukat sebagai simbolis akan dileburnya penyakit-penyakit yang ada dalam diri kita. Setelah selesai melukat, jangan langsung kabur,,,r,,, tapi kita harus sembahyang sekali lagi sebagai ucapan syukur dan terimakasih kepada Tuhan dan mendoakan mudah2an jasmani dan rohani kita akan kembali bersih (suci).
Jadi bagi teman-teman yang ingin berwisata spiritual tempat ini memang layak dikunjungi. Pokoke bintang 4 dech : **** Fabulous :)